Bagi seorang pelajar, ada berbagai etika dan tugas yang harus dipenuhi, namun pembahasan di sini akan dikelompokkan dalam tujuh bagian:
Tugas pertama: mengutamakan kesucian jiwa dari akhlak yang tercela. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah Saw. "Agama dibangun atas dasar (nilai-nilai) kebersihan."
kebersihan yang dimaksud hadist ini tidak hanya terbatas pada kebersihan pakaian semata, tetapi juga mencakup kebersihan hati. Hal ini ditegaskan dalam firman Allas Swt. yang artinya, "Sesungguhnya orang-orang musyrikin itu najis (kotor jiwa)." Q.S. at-Taubah [9]:28
Ayat ini menjelaskan bahwa sifat najis tidak hanya melekat pada pakaian saja. Jadi barangsiapa yang tidak menyucikan hatinya dari kotoran-kotoran jiwa, maka tidak akan mendapat ilmu agama yang bermanfaat dan pantulan cahaya ilmu.
Ibnu Mas'ud berkata, "Yang dimaksud ilmu itu bukan dikarenakan banyaknya riwayat, sebab ilmu adalah cahaya yang ditiupkan Allah Swt ke dalam hati."
Sebagian peneliti berkata, "Saat kami mempelajari ilmu bukan karena Allah Swt, ilmu itu enggan menghampiri kami sehingga kami pun tidak dapat menyingkap hakekatnya. Sebab ilmu sendiri hanya mau menghampiri seseorang yang mempelajarinya hanya karena Allah Swt. Akibatnya, yang kami peroleh hanya informasi dan kalimat-kalimatnya saja.
Tugas kedua: Mengurangi kesibukan dunianya dan hijrah dari negerinya sehingga hatinya terfokus untuk ilmu semata. Allah Swt tidak menjadikan dalam diri seseorang dua hati dalam satu rongga. Oleh karena itu, ada yang berkata, "Kamu tidak akan mendapatkan ilmu meski hanya sebagian saja, hingga kamu serahkan dirimu seutuhnya untuk ilmu."
Tugas ketiga: Tidak bersifat angkuh dengan ilmu yang dimiliki. Karena itu, janganlah berkonspirasi atau berkomplot untuk (menhancurkan kredibilitas) seorang guru, tapi patuhlah kepadanya. Serahkan kendali dirimu kepadanya seperti orang sakit yang menyerahkan perawatan untuk kesembuhannya kepada seorang dokter, tanpa harus mempermasalahkan (memutuskan sendiri) jenis obat yang diberikan kepadanya.
Hendaklah seorang pelajar harus senantiasa membantu gurunya, sebagaimana yang tersirat dalam satu riwayat bahwa suatu hari Zaid bin Tsabit r,a berangkat untuk menshalati jenazah. Ia pun mendekati keledainya untuk dikendarai. Tiba-tiba Ibnu Abbas datang, lalu memegang tali kekangnya. Maka Zaid berkata, "Wahai anak paman Rasulullah Saw, biarkan saja." Namun Ibnu Abbas berkata, "Beginilah yang diperintahkan kepada kami untuk menghormati ulama dan orang-orang besar." Lalu Zaid mencium tangan Ibnu Abbas seraya berkata, "Beginilah yang diperintahkan kepada kami untuk memperlakukan keluarga Rasulullah Saw.
ber-tamalluq (menjilat atau memuji secara berlebihan) bukanlah akhlak seorang muslim kecuali dalam menuntut ilmu. Karena itu dikatakan bahwa menuntut ilmu itu ibarat berberang untuk meraih kemenangan (meraih posisi yang lihur), seperti air bah yang terus mengalir deras ke tempat yang lebih tinggi.
Sumber: Ringkasan Ihya' 'Ulumuddin. Hal: 46-48.
No comments:
Post a Comment